Jumat, 09 Mei 2014

Jakarta, 13 Juli 2012–Setidaknya ada tiga alasan mengapa Undang-Undang Pendidikan Tinggi disahkan pada bulan juli 2012. Pertama dikarenakan pada bulan Juli merupakan masa persiapan menyambut tahun akademik 2012/2013, sehingga Undang Undang Pendidikan Tinggi tersebut dapat langsung di implementasikan. Kedua terkait dengan persiapan pembuatan Rencana Kerja Pemerintah tahun 2013, maka perencanaan pengimplementasian Undang Undang Pendidikan Tinggi yang sejatinya tentu membutuhkan anggaran tersendiri akan tersinkronisasi dengan anggaran yang akan dipersiapkan pemerintah di tahun 2013. 

Terakhir mengenai selesainya masa tujuh perguruan tinggi BHMN, dengan adanya Undang-undang Pendidikan Tinggi ini, tentunya ke-tujuh BHMN tersebut akan dapat menyesuaikan dengan peraturan yang ada di Undang-Undang Pendidikan tinggi.

“ Jadi pengesahan Undang-Undang Pendidikan Tinggi pada bulan ini sudah tepat dari sisi tahun akademik, sisi tahun anggaran dan tentunya dari sisi perguruan tinggi BHMN yang akan selesai pada tahun ini “ ujar Menteri Nuh pada acara temu wartawan, sore ini (13/7) di Kemdikbud.

Tidak ingin Undang-Undang ini bernasib sama dengan Undang_undang Badan Hukum Pendidikan yang telah digugurkan oleh Makamah konsitusi (MK), pemerintah memperhatikan betul masukan yang diberikan oleh MK pada saat itu. Isu mengenai keseragaman, liberalisasi hingga komersialisasi tidak luput menjadi titik perhatian ketika menyusun undang-undang pendidikan tinggi ini, “ Jelasnya tidak ada penyeragaman pada pengelolaan perguruan tinggi, setiap perguruan tinggi dapat memilih otonomi sumber dayanya, bisa dalam bentuk satuan kerja di bawah Kemdikbud seperti Direktorat jenderal, Badan Layanan Umum (BLU) atau dalam bentuk Perguruan tinggi Berbadan Hukum “ Sambung Menteri Nuh.

Sedangkan mengenai isu liberalisme dan komersialisme, Menteri Nuh menjelaskan bahwa pesan MK pada poin tersebut merupakan dasar alasan mengapa otonomi perguruan tinggi tidak dilepas sepenuhnya “ MK berpesan agar pemerintah pusat dan daerah tetap harus bertanggung jawab terhadap pendananaan, oleh karena itu otonomi perguruan tinggi tidak kita lepas sepenuhnya tetapi tetap dengan prinsip nirlaba, hal ini dimaksudkan agar perguruan tinggi tidak terjebak pada komersialisasi “ ucapnya sembari menambahkan perguruan tinggi harus tetap memegang teguh prinsip akuntabilitas, transparan, efesiensi dan efektifitas.

Menteri Nuh melihat bahwa Undang-undang Pendidikan tinggi ini memiliki afirmasi terhadap gambaran pendidikan tinggi di Indonesia. Saat ini Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi di Indonesia baru mencapai 26 % di tahun 2011, hal ini menandakan bahwa ada 74 % sisinya dari lulusan SMA/SMK dan MA yang tidak dapat mengakses pendidikan tinggi. Salah satu alasannya adalah permasalahan ekonomi, dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi ini, jawaban tantangan  ekonomi tersebut telah dipersiapkan “secara eksplisit ada afirmatif  agar perguruan tinggi negeri  menyediakan bangku sebanyak 20 persen untuk anak-anak kita yang memiliki keterbatasan ekonomi. Selain itu kita pun akan mendirikan perguruan tinggi negeri paling tidak di setiap provinsi, baik dalam bentuk  universitas, institut, atau  dalam bentuk yang lain. Kita juga akan mendirikan akademik komunitas di kabupaten atau kota terutama di daerah perbatasan. Dengan upaya tersebut diharapkan lulusan SMA/SMK dan MA, bisa berbondong-bondang masuk ke komunitas akademik itu, seingga angkatan kerja kita juga meningkat” papar Menteri Nuh.

Mengenai isu perguruan tinggi asing yang disinggung dalam Undang-Undang Peguruan Tinggi ini, Menteri Nuh menjelaskan bahwa sikap pemerintah tidak sepenuhnya membuka atau menutup masuknya perguruan tinggi asing di Indonesia “ tetapi kita memiliki penseleksian yang khusus dan amat ketat” ujarnya. Lebih lanjut Menteri Nuh menjelaskan bahwa setiap perguruan tinggi asing yang akan masuk ke Indonesia haruslah terakreditasi dengan baik di negaranya kemudian harus melakukan pola kerjasama dengan perguruan tinggi di Indonesia, “ jadi tidak dengan serta merta diberi keleluasaan berdiri dimana saja, ada persyaratan dimana mereka bisa berdiri dan program studi apa saja yang perlu mereka tawarkan, hal ini untuk menjaga agar perguruan tinggi kita tidak terancam keberadaanya”. Jelas Nuh.

Menteri Nuh merencanakan akan terus mensosialisasikan produk undang-undang ini kepada masyarakat luas dan para pemangku kepentingan, tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman dan pengertian yang baik mengenai latar belakang dan tujuan dari Undang-Undang tersebut. Apabila ada unsur masyarakat yang ingin melakukan judicial review, Menteri Nuh tetap mempersilahkan karena dirinya memahami bahwa ini adalah sebuah dinamika “ Kalau ada yang mau men-judicial review, silahkan. Kami akan sosialisasi agar masyarakat dan pemangku kepentingan paham betul tentang konten dari undang –undang ini, tetapi harus diperhatikan betul apakah ada pasal atau yg bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Bila tidak, saya mohon tidak usah masuk Judicial Riview.” Jelas Menteri Nuh.

Adapun uu tentang perguruan tinggi yang di syahkan adalah sebagai berikut:
UU No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, halaman 49-50 – Paragraf 2. Jenjang Jabatan Akademik, Pasal 72 :
  • Ayat (1) Jenjang jabatan akademik Dosen tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
  • Ayat (3) Dosen yang telah memiliki pengalaman kerja 10 (sepuluh) tahun sebagai Dosen tetap dan memiliki publikasi ilmiah serta berpendidikan doktor atau yang sederajat, dan telah memenuhi persyaratan dapat diusulkan ke jenjang jabatan akademik profesor.
  • Ayat (4) Batas usia pensiun Dosen yang menduduki jabatan akademik profesor ditetapkan 70 (tujuh puluh) tahun dan Pemerintah memberikan tunjangan profesi serta tunjangan kehormatan.
  • Ayat (5) Menteri dapat mengangkat seseorang dengan kompetensi luar biasa pada jenjang jabatan akademik profesor atas usul Perguruan Tinggi.
  • Ayat (6) Ketentuan mengenai jenjang jabatan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberian tunjangan profesi serta tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan pengangkatan seseorang dengan kompetensi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri.

Dari lima ayat dalam Pasal 72 yang berkaitan dengan Profesor atau Guru Besar tersebut, terdapat ketentuan yang berbeda sama sekali dengan yang sudah ada selama ini, yaitu yang berkaitan dengan usia pensiun Guru Besar. Jika ketentuan yang ada sebelumnya adalah “usia pensiun Guru Besar adalah 65 tahun dan dapat diperpanjang menjadi 70 tahun.” Pada kenyataannya, perpanjangan usia pensiun Guru Besar menjadi 70 tahun tersebut sulit untuk dilakukan mengingat persyaratan yang harus dipenuhi sangat sulit.

Dengan ketentuan baru pada pasal 72 ayat 4 dinyatakan bahwa “Batas usia pensiun Dosen yang menduduki jabatan akademik profesor ditetapkan 70 (tujuh puluh) tahun.” Hal ini berarti otomatis bagi dosen yang sudah menduduki fungsional Guru Besar baru akan pensiun pada usia 70 tahun dan tidak perlu melakukan perpanjangan ketika memasuki umur 65 tahun.

Lebih lanjut, dalam pasal 72 ayat 4 juga dinyatakan, bagi dosen yang telah menduduki fungsional Guru Besar, bahwa “Pemerintah memberikan tunjangan profesi serta tunjangan kehormatan.” Hal ini berarti otomatis bagi dosen yang sudah menduduki fungsional Guru Besar dijamin akan mendapatkan tunjangan profesi dan tunjangan kehormatan sampai dengan usia pensiun 70 tahun.

0 comments :

Posting Komentar